Rabu, 09 April 2014

Mendengar suara pena loh Mahfud


ثُمَّ رُفِعَ إِلَي سِدْرَةِ الْمُنْتَهَي إِلَي أَنْ سَمِعَ صَرِيْفَ اْلأَقْلاَمِ بِاْلأُمُوْرِ الْمَقْضِيَّةِ O إِلَي مَقَامِ الْمُكَافَحَةِ الَّذِي قَرَّبَهُ اللهُ فِيْهِ وَأَدْنَاهُ O وَأَمَاطَ َلهُ حُجُبَ اْلأَنْوَارِ الْجَلاَلِيَّةِ O وَأَرَاهُ بِعَيْنَي رَأْسِهِ مِنْ حَضْرَةِ الرُّبُوْبِيَّةِ مَا أَرَاهُ O وَبَسَطَ لَهُ بِسَاطَ اْلإِدْلاَلِ فِي الْمَجَالِي الذَّاِتيَّةِ
 
Lantas Rasulullah SAW  di angkat  ke sidratil muntaha  sampai ke suara pena yang menulis perkara – perkara yang di takdirkan  sampai ke maqam terbuka yang di dekatkan kepadaNya, lalu hijab cahaya keagungan di hilangkan, lalu  Rasulullah SAW   melihat dengan dua mata kepalanya  ke hadirat Allah dan hamparan pengenalan diri telah di gelar untuk penampakan diriNya.

Komentarku ( Mahrus ali ):

 قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي ابْنُ حَزْمٍ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَأَبَا حَبَّةَ الْأَنْصَارِيَّ كَانَا يَقُولَانِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ عُرِجَ بِي حَتَّى ظَهَرْتُ لِمُسْتَوَى أَسْمَعُ فِيهِ صَرِيفَ الْأَقْلَامِ
.
Ibnu Syihab berkata:  Ibnu Hazem memberitahu aku, sesungguhnya Ibnu Abbas dan Abu Habbah al an shari  berkata:  Nabi SAW  bersabda ; Lantas aku di bawa naik, hingga aku menempati di suatu tempat yang aku mendengar  suara pena yang menulis qadha` atau takdir. [1]
Al bani menyatakan hadis tsb sahih,  lihat sahihul jami` 3997
Komentarku ( Mahrus ali ):
Maksud Ibnu Hazem adalah Abu bakar bin Amar bin  Hazem, kata Ibnu Rajab [2]
Abu Habbah bernama Malik bin Amar, kata al munawi [3]
Dalam hadis yang sama juga dari Zuhri dari Anas bin Malik tidak terdapat tambahan tentang Rasulullah SAW   mendengar suara pena di loh mahfud yang menulis takdir itu. lihat di Sunan Tirmidzi  213, Nasai 449 dan Ahmad 12230, Muslim  162.
Jadi dalam Muslim  sendiri terdapat riwayat yang mencantumkan  Rasulullah SAW   meendengar suara pena di sidratul muntaha dan riwayat lainnya yang juga dalam sahih Muslim kalimat tambahan azzuhri ini tidak ada. Inilah apa yang ada dalam hati saya yang sampai kini masih mengganjal.
Setahu  saya hanya  Azzuhri yang mudallis itu  yang punya riwayat yang menyatakan bahwa  Rasulullah SAW   di Sidratul muntaha mendengar suara pena yang menulis takdir di loh mahfud. Saya belum tahu selain Zuhri perawi yang meriwayatkannya . Seandainya Zuhri tidak di kenal mudallis  yang tertuduh  syi`ah, maka  saya akan terima  pernyataan hadis itu tanpa ganjalan di hati > Berhubung tiada perawi lain yang mendukung  Azzuhri yang tidak cacat, maka  pernyataan Azzuhri itu valid sekali dan bisa di nyatakan suara pena di denggar oleh Rasulullah SAW   di loh mahfud dan hanya beliau nabi yang mendengarkannya .
Al quran dengan ayat yang begitu banyak tiada keterangan bahwa  Rasulullah SAW   mendengar suara pena di loh mahfud. Imam Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud dan Ibnu Majah atau Malik tidak meriwayatkannya. Tiada sahabat yang menyatakan  seperti itu kecuali Ibnu Abbas dan Abu Habbah menurut riwayat Zuhri yang mudallis itu.
Ganjalan dalam hati saya, mau saya simpan di dalamnya rasanya kurang sreg dan ada ganjalan lagi dari ayat:  
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلاَّ النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.[4]


Jadi istri – istri Rasulullah SAW dan para sahabat secara keseluruhan tidak kenal dan tidak mengerti bahwa Nabi         mendengar suara pena di loh mahfud dan hanya Ibnu Abbas dan Abu habbah. Pada hal masalah takdir hanya  Allah yang tahu. sampai Rasulullah SAW sendiri tidak mengerti apa yang akan terjadi pada dirinya  sebagaimana  ayat:  
 
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
 
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".

Juga bertentangan dengan ayat:  
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.

" قَالَ اْلوَاقِدِي: لَمْ يَشْهَدْ بَدْرًا أَحَدٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو حَبَّةٍ إِنَّمَا هُوَ أَبُوحَنَّةٍ - بِالنُّوْنِ - مِنْ بَنِي عَمْرو بْنِ عَوْفٍ ".
 
Al waqidi berkata: Tiada orang bernama Abu Habbah yang hadir dalam perang  Badar. Dia bernama  Abu Hannah  dari Banu Amar bin Auf – ( dengan menggunakan Nun  bukan ba` )[5]

وَعَلَى مَا قِيْلَ مِنْ أَنَّهُ اسْتُشْهِدَ يَوْمَ أُحُدٍ تَكُوْنُ رِوَايَةُ الْجَمَاعَةِ الَّذِيْنَ رَوَوْا عَنْهُ مُرْسَلَةً، وَاللهُ أَعْلَمُ.
 
Menurut pendapat sebagian ulama, Abu Habbah  sahid dalam perang Uhud, maka al jama`ah – baca segolongan ahli hadis  yang meriwayatkan hadis dari padanya adalah mursal – lemah . Wallahu a`lam. [6]

Nabi Musa juga – konon mendengar suara pena di loh mahfud, namun berlandaskan hadis yang lemah . Saya hawatir barang kali  kisah Rasulullah SAW sampai mendengar suara pena di loh mahfud itu mirip dengan  kisah nabi Musa yang  dasarnya  adalah hadis yang lemah sbb:  

294 رَوَى اْلإِمَامُ عَبْدُ اللهِ بِإِسْنَادِهِ عَنْ أَبِي عَطَّافٍ قَالَ: ))كَتَبَ اللهُ التَّوْرَاةَ ِلمُوْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِيَدِهِ وَهُوَ مُسْنِدٌ ظَهْرَهُ إِلَى الصَّخْرَةِ فِي أَلْوَاحٍ مِنْ دُرٍّ فَسَمِعَ صَرِيْفَ اْلقَلَمِ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ إِلاَّ الْحِجَابُ((.
 
Imam Abdullah,meriwayatkan dengan sanadnya  dari Abu Atthaf berkata:  
Allah menulis Taurat untuk Musa as dengan tanganNya di papan  dari mutiara  dan Musa saat itu bersandar ke batu besar  dan dia mendengar suara pena. Antara Musa dan Allah hanya ada hijab. [7]

Al qahthani berkata:  Sanadnya adalah perawi yang tidak di kenal yaitu abul atthaf. dan hanya Al Jariri yang meriwayatkan  dari padanya . Ini adalah termasuk Israiliyat yang jelas kelirunya. Dan kita  sudah punya landasan dalam al Quran bagaimana  sifat – sifatNya dan juga dalam hadis – hadis yang sahih. Layak sekali bagi seorang pengarang untuk  tidak mencantumkan kisah – kisah yang keliru  dalam kitab akidah yang  di buat pegangan banyak orang seperti kitab ini. [8]

Ketika Rasulullah SAW di sidratul muntaha melihat Allah dan tabir kebesaranNya di singkap.  Ini kekeliruan yang fatal dan harus di buang jauh – jauh agar tidak menjadi  virus akidah dalam masarakat lalu mereka akan tergelincir ke dalam kesesatan yang terang – terangan. Ia bertentangan dengan hadis sbb:  

حَدِيْثُ  عَائِشَةَ عَنْ مَسْرُوْقٍ قَالَ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّتَاهْ هَلْ رَأَى مُحَمَّدٌ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَبَّهُ فَقَالَتْ لَقَدْ قَفَّ شَعَرِيْ مِمَّا قُلْتَ، أَيْنَ أَنْتَ مِنْ ثَلاَثٍ مَنْ حَدَّثَكَهُنَّ فَقَدْ كَذَبَ: مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ، ثُمَّ قَرأَتْ (لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ)، (وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ)؛ وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ يَعْلَمُ مَا فِيْ غَدٍ فَقَدْ كَذَبَ، ثُمَّ قَرَأَتْ (وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا)؛ وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ كَتَمَ فَقَدْ كَذَبَ، ثُمَّ قَرَأَتْ (يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ) الآية؛ وَلكِنَّهُ رَأَى جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فِيْ صُوْرَتِهِ مَرَّتَيْنِ

.Masruq berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah ra: “Wahai bunda, apakah Muhammad pernah melihat Tuhannya?”
Jawab Aisyah ra: “Sungguh, bulu kudukku berdiri dari ucapanmu ini. Siapapun yang memberitahumu salah satu dari tiga perkara, maka ia telah berdusta. Siapapun yang mengatakan bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka ia telah berdusta.
Allah berfirman: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al An’am: 103).
Allah berfirman: “Dan tidak ada bagi seorangpun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir.”(Qs. Asy Syuuraa: 51).
Dan siapapun yang memberitahumu, bahwa beliau saw mengetahui apa yang akan terjadi besok pagi, maka ia berdusta.
Allah berfirman: “Dan tidak seorangpun mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok.” (Qs. Luqman: 34).
Dan siapapun yang memberitahumu bahwa beliau saw pernah menyembunyikan sesuatu, maka ia telah berdusta.
Allah berfirman: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan  kepadamu dari Tuhanmu” (Qs. Al Maai-dah: 67).”
Tetapi beliau saw pernah melihat Jibril as dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali.  (Bukhari, 65, kitab tafsir, 53, surat An Najm:1, bab kami diberitahu oleh Yahya as dari Waqi’ah).

حَدِيْثُ  عَائِشَةَ قَالَتْ مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ، ولكِنْ قَدْ رَأى جِبْرِيْلَ فِي صُوْرَتِهِ، وَخَلْقُهُ سَادٌّ مَا بَيْنَ الأُفُقِ

.Aisyah ra berkata: “Barangsiapa yang mengaku bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka dia sangat dusta, tetapi beliau saw pernah melihat Jibril as dalam bentuk aslinya dan tubuh Jibril as dapat memenuhi ufuk.”  (Bukhari, 59, kitab Bad-ul Wahyu, bab jika seorang di antara kamu mengucapkan amin dan malaikat di langit).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar