ثُمَّ رُفِعَ إِلَي سِدْرَةِ الْمُنْتَهَي إِلَي
أَنْ سَمِعَ صَرِيْفَ اْلأَقْلاَمِ بِاْلأُمُوْرِ الْمَقْضِيَّةِ O إِلَي مَقَامِ الْمُكَافَحَةِ الَّذِي قَرَّبَهُ
اللهُ فِيْهِ وَأَدْنَاهُ O وَأَمَاطَ
َلهُ حُجُبَ اْلأَنْوَارِ الْجَلاَلِيَّةِ
O وَأَرَاهُ بِعَيْنَي رَأْسِهِ مِنْ حَضْرَةِ الرُّبُوْبِيَّةِ
مَا أَرَاهُ O وَبَسَطَ
لَهُ بِسَاطَ اْلإِدْلاَلِ فِي الْمَجَالِي الذَّاِتيَّةِ
Lantas
Rasulullah SAW di angkat ke sidratil muntaha sampai ke suara pena yang menulis perkara –
perkara yang di takdirkan sampai ke maqam
terbuka yang di dekatkan kepadaNya, lalu hijab cahaya keagungan di hilangkan,
lalu Rasulullah
SAW melihat dengan dua mata
kepalanya ke hadirat Allah dan hamparan
pengenalan diri telah di gelar untuk penampakan diriNya.
Komentarku
( Mahrus ali ):
قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي ابْنُ حَزْمٍ
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَأَبَا حَبَّةَ الْأَنْصَارِيَّ كَانَا يَقُولَانِ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ عُرِجَ بِي حَتَّى ظَهَرْتُ
لِمُسْتَوَى أَسْمَعُ فِيهِ صَرِيفَ الْأَقْلَامِ
.
Ibnu
Syihab berkata: Ibnu Hazem memberitahu
aku, sesungguhnya Ibnu Abbas dan Abu Habbah al an shari berkata: Nabi SAW bersabda ; Lantas aku di bawa naik, hingga aku
menempati di suatu tempat yang aku mendengar
suara pena yang menulis qadha` atau takdir. [1]
Al
bani menyatakan hadis tsb sahih, lihat
sahihul jami` 3997
Komentarku
( Mahrus ali ):
Maksud
Ibnu Hazem adalah Abu bakar bin Amar bin
Hazem, kata Ibnu Rajab [2]
Abu
Habbah bernama Malik bin Amar, kata al munawi [3]
Dalam
hadis yang sama juga dari Zuhri dari Anas bin Malik tidak terdapat tambahan
tentang Rasulullah SAW mendengar suara pena di loh mahfud yang
menulis takdir itu. lihat di Sunan Tirmidzi
213, Nasai 449 dan Ahmad 12230, Muslim
162.
Jadi
dalam Muslim sendiri terdapat riwayat
yang mencantumkan Rasulullah SAW meendengar suara pena di sidratul muntaha dan
riwayat lainnya yang juga dalam sahih Muslim kalimat tambahan azzuhri ini tidak
ada. Inilah apa yang ada dalam hati saya yang sampai kini masih mengganjal.
Setahu saya hanya
Azzuhri yang mudallis itu yang
punya riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW di Sidratul muntaha mendengar suara pena yang
menulis takdir di loh mahfud. Saya belum tahu selain Zuhri perawi yang
meriwayatkannya . Seandainya Zuhri tidak di kenal mudallis yang tertuduh
syi`ah, maka saya akan
terima pernyataan hadis itu tanpa
ganjalan di hati > Berhubung tiada perawi lain yang mendukung Azzuhri yang tidak cacat, maka pernyataan Azzuhri itu valid sekali dan bisa
di nyatakan suara pena di denggar oleh Rasulullah SAW
di loh mahfud dan hanya beliau
nabi yang mendengarkannya .
Al
quran dengan ayat yang begitu banyak tiada keterangan bahwa Rasulullah SAW mendengar suara pena di loh mahfud.
Imam Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud dan Ibnu Majah atau Malik tidak meriwayatkannya.
Tiada sahabat yang menyatakan seperti
itu kecuali Ibnu Abbas dan Abu Habbah menurut riwayat Zuhri yang mudallis itu.
Ganjalan
dalam hati saya, mau saya simpan di dalamnya rasanya kurang sreg dan ada
ganjalan lagi dari ayat:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ
وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلاَّ
النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab
dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak
memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan
berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan
bagi mereka siksa yang amat pedih.[4]
Jadi istri –
istri Rasulullah SAW dan para sahabat secara keseluruhan tidak kenal dan tidak
mengerti bahwa Nabi mendengar suara
pena di loh mahfud dan hanya Ibnu Abbas dan Abu habbah. Pada hal masalah takdir
hanya Allah yang tahu. sampai Rasulullah
SAW sendiri tidak mengerti apa yang akan terjadi pada dirinya sebagaimana ayat:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلاَّ
مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ
الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan
bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki
Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman".
Juga
bertentangan dengan ayat:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di
bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.
"
قَالَ اْلوَاقِدِي: لَمْ يَشْهَدْ بَدْرًا أَحَدٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو حَبَّةٍ إِنَّمَا
هُوَ أَبُوحَنَّةٍ - بِالنُّوْنِ - مِنْ بَنِي عَمْرو بْنِ عَوْفٍ ".
Al waqidi
berkata: Tiada orang bernama Abu Habbah yang hadir dalam perang Badar. Dia bernama Abu Hannah
dari Banu Amar bin Auf – ( dengan menggunakan Nun bukan ba` )[5]
وَعَلَى
مَا قِيْلَ مِنْ أَنَّهُ اسْتُشْهِدَ يَوْمَ أُحُدٍ تَكُوْنُ رِوَايَةُ الْجَمَاعَةِ
الَّذِيْنَ رَوَوْا عَنْهُ مُرْسَلَةً، وَاللهُ أَعْلَمُ.
Menurut pendapat
sebagian ulama, Abu Habbah sahid dalam
perang Uhud, maka al jama`ah – baca segolongan ahli hadis yang meriwayatkan hadis dari padanya adalah
mursal – lemah . Wallahu a`lam. [6]
Nabi Musa juga –
konon mendengar suara pena di loh mahfud, namun berlandaskan hadis yang lemah .
Saya hawatir barang kali kisah Rasulullah
SAW sampai mendengar suara pena di loh mahfud itu mirip dengan kisah nabi Musa yang dasarnya
adalah hadis yang lemah sbb:
294
رَوَى اْلإِمَامُ عَبْدُ اللهِ بِإِسْنَادِهِ عَنْ أَبِي عَطَّافٍ قَالَ: ))كَتَبَ
اللهُ التَّوْرَاةَ ِلمُوْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِيَدِهِ وَهُوَ مُسْنِدٌ ظَهْرَهُ
إِلَى الصَّخْرَةِ فِي أَلْوَاحٍ مِنْ دُرٍّ فَسَمِعَ صَرِيْفَ اْلقَلَمِ لَيْسَ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهُ إِلاَّ الْحِجَابُ((.
Imam
Abdullah,meriwayatkan dengan sanadnya
dari Abu Atthaf berkata:
Allah
menulis Taurat untuk Musa as dengan tanganNya di papan dari mutiara
dan Musa saat itu bersandar ke batu besar dan dia mendengar suara pena. Antara Musa dan
Allah hanya ada hijab. [7]
Al
qahthani berkata: Sanadnya adalah perawi
yang tidak di kenal yaitu abul atthaf. dan hanya Al Jariri yang
meriwayatkan dari padanya . Ini adalah
termasuk Israiliyat yang jelas kelirunya. Dan kita sudah punya landasan dalam al Quran
bagaimana sifat – sifatNya dan juga
dalam hadis – hadis yang sahih. Layak sekali bagi seorang pengarang untuk tidak mencantumkan kisah – kisah yang
keliru dalam kitab akidah yang di buat pegangan banyak orang seperti kitab
ini. [8]
Ketika
Rasulullah SAW di sidratul muntaha melihat
Allah dan tabir kebesaranNya di singkap.
Ini kekeliruan yang fatal dan harus di buang jauh – jauh agar tidak
menjadi virus akidah dalam masarakat
lalu mereka akan tergelincir ke dalam kesesatan yang terang – terangan. Ia
bertentangan dengan hadis sbb:
حَدِيْثُ عَائِشَةَ
عَنْ مَسْرُوْقٍ قَالَ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّتَاهْ هَلْ رَأَى مُحَمَّدٌ
صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَبَّهُ فَقَالَتْ لَقَدْ قَفَّ شَعَرِيْ مِمَّا
قُلْتَ، أَيْنَ أَنْتَ مِنْ ثَلاَثٍ مَنْ حَدَّثَكَهُنَّ فَقَدْ كَذَبَ: مَنْ
حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ
كَذَبَ، ثُمَّ قَرأَتْ (لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ
وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ)، (وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ
إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ)؛ وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ يَعْلَمُ
مَا فِيْ غَدٍ فَقَدْ كَذَبَ، ثُمَّ قَرَأَتْ (وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَاذَا
تَكْسِبُ غَدًا)؛ وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ كَتَمَ فَقَدْ كَذَبَ، ثُمَّ قَرَأَتْ
(يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ) الآية؛
وَلكِنَّهُ رَأَى جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فِيْ صُوْرَتِهِ مَرَّتَيْنِ
.Masruq berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah ra: “Wahai
bunda, apakah Muhammad pernah melihat Tuhannya?”
Jawab Aisyah ra: “Sungguh, bulu kudukku berdiri dari
ucapanmu ini. Siapapun yang memberitahumu salah satu dari tiga perkara, maka ia
telah berdusta. Siapapun yang mengatakan bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya,
maka ia telah berdusta.
Allah berfirman: “Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah
Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al An’am: 103).
Allah berfirman: “Dan tidak ada bagi seorangpun bahwa
Allah berkata-kata dengan Dia, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di
belakang tabir.”(Qs. Asy Syuuraa: 51).
Dan siapapun yang memberitahumu, bahwa beliau saw
mengetahui apa yang akan terjadi besok pagi, maka ia berdusta.
Allah berfirman: “Dan tidak seorangpun mengetahui dengan
pasti apa yang akan diusahakannya besok.” (Qs. Luqman: 34).
Dan siapapun yang memberitahumu bahwa beliau saw pernah
menyembunyikan sesuatu, maka ia telah berdusta.
Allah berfirman: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” (Qs.
Al Maai-dah: 67).”
Tetapi beliau saw pernah melihat Jibril as dalam bentuk
aslinya sebanyak dua kali. (Bukhari, 65,
kitab tafsir, 53, surat An Najm:1, bab kami diberitahu oleh Yahya as dari Waqi’ah).
حَدِيْثُ عَائِشَةَ
قَالَتْ مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ، ولكِنْ قَدْ
رَأى جِبْرِيْلَ فِي صُوْرَتِهِ، وَخَلْقُهُ سَادٌّ مَا بَيْنَ الأُفُقِ
.Aisyah ra berkata: “Barangsiapa yang mengaku bahwa
Muhammad telah melihat Tuhannya, maka dia sangat dusta, tetapi beliau saw
pernah melihat Jibril as dalam bentuk aslinya dan tubuh Jibril as dapat
memenuhi ufuk.” (Bukhari, 59, kitab
Bad-ul Wahyu, bab jika seorang di antara kamu mengucapkan amin dan malaikat di
langit).